Memanfaatkan Momentum Kebangkitan Industri Pariwisata
Mengungkap perubahan perilaku wisatawan pasca-pandemi yang menjadi peluang besar bagi ekonomi, bagaimana bisnis menyesuaikan perubahan itu?
Sudah 2 tahun, sejak pemerintah Indonesia mencabut status pandemi Covid-19 dari Indonesia. Sejumlah perilaku masyarakat pun mengalami perubahan, salah satunya dalam aspek melakukan liburan. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada triwulan I 2023 secara kumulatif mencapai 2,5 juta kunjungan atau naik 508,87% dibandingkan periode sama tahun 2022.
Kita semua tentu sepakat bahwa besarnya jumlah masyarakat yang ingin melakukan kegiatan wisata adalah suatu peluang besar untuk perekonomian Indonesia. Namun, tidak semua pelaku industri telah melakukan penyesuaian yang tepat pada periode pasca pandemi ini. Untuk itu, MarkPlus telah melakukan survei terhadap sejumlah wisatawan domestik pada awal tahun 2023 lalu yang membahas tentang bagaimana perilaku mereka dalam melakukan kegiatan wisata selepas dicabutnya status pandemi dari Indonesia.
Pain Points
Memahami hal-hal yang menjadi kendala bagi calon konsumen kita tentunya merupakan suatu kewajiban jika kita ingin bisa menciptakan diferensiasi dalam mengakomodir kebutuhan konsumen. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak Gambar 1 yang menjelaskan tentang apa saja hal yang selama ini dianggap sebagai kendala dari perspektif konsumen:
Pada grafik diatas, dapat dipahami bahwa faktor cuaca menjadi kendala yang paling banyak dirasakan oleh konsumen. Cuaca yang buruk tentunya dapat membuat rencana perjalanan menjadi tidak teratur. Sebagai implikasinya, perilaku ini dapat menyebabkan pola seasonality yang semakin tidak reguler karena konsumen cenderung akan memutuskan untuk mengambil paket liburan ketika mereka meyakini cuaca di destinasi wisata dalam keadaan yang baik ketika tanggal kunjungan. Di era pasca pandemi, terdapat beberapa hal-hal baru yang disuarakan oleh konsumen sebagai suatu pain points, diantaranya: Faktor keamanan, kebersihan fasilitas, dan asuransi perjalanan. Hal-hal ini yang diprediksi akan menjadi hygiene factors baru dalam industri pariwisata. Aspek lain yang perlu kita perhatikan, yakni 46% dari konsumen mengalami over budget ketika melakukan liburan. Sebagai pelaku industri, selain kegiatan promosi berbentuk diskon, kita juga bisa melakukan personalisasi paket liburan kepada konsumen dengan memerhatikan budget yang mereka miliki.
Tipe Liburan yang Disukai
Kita tentu masih ingat dengan tren liburan yang berkembang selama pandemi, mulai dari: staycation hingga workation. Fenomena ini ternyata mengantarkan masyarakat Indonesia ke dalam model liburan baru yang lebih dipreferensikan. Gambar 2 akan menjelaskan tingkat preferensi konsumen untuk setiap model liburan yang populer di Indonesia.
Berdasarkan temuan pada Gambar 2, dapat kita pahami konsumen kini lebih menginginkan tipe liburan yang semua atraksi dapat dilakukan pada suatu tempat atau kawasan. Mereka memiliki keengganan untuk melakukan mobilisasi selama kegiatan wisata berlangsung. Hal ini dapat berimplikasi terhadap paket-paket liburan yang bertipe multi-city atau multi-country semakin kurang diminati. Dari segi pengelola destinasi, ini juga menjadi tantangan sekaligus peluang untuk dapat menciptakan suatu destinasi wisata yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat dalam satu tempat.